Kamis, 22 Maret 2012

Alasan Rumah Murah Minimal Tipe 36

Kementerian Perumahan Rakyat menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman disusun dengan sangat serius, komprehensif serta mempunyai landasan filosofis, historis, sosiologis, yuridis, dan teologis yang kuat.
"Dalam perspektif filosofis, perumahan dan kawasan permukiman mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa," kata Menteri Perumahan Rakyat, Djan Faridz, saat ditemui di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis 22 Maret 2012.
Menurut Djan, perumahan dan kawasan permukiman itu perlu dibina serta dikembangkan demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan serta penghidupan masyarakat.

Sementara itu, dalam perspektif historis, Djan menjelaskan bahwa kebijakan pembangunan rumah murah dengan luas bangunan 36 meter persegi telah berkembang sejak awal kemerdekaan Republik Indonesia hingga saat ini.

"Hal ini dapat terlihat pada awal pengakuan kedaulatan setelah usainya perjuangan fisik dari prakarsa beberapa tokoh politik dan ahli dalam Kongres Perumahan Rakyat Sehat pada 1950 dengan keputusan kongres yaitu luas rumah induk 36 meter persegi dengan dua kamar tidur," ujarnya.

Djan melanjutkan, untuk perspektif sosiologis, rumah dilihat sebagai tempat jati diri keluarga. "Dengan adanya rumah, keluarga mempunyai kebanggaan," katanya.

Dia menambahkan, dalam perspektif yuridis, merujuk pasal 28 H ayat 1 UUD 1945, pengaturan pasal 22 ayat 3 UU Perumahan merupakan upaya pemerintah dalam penyediaan rumah tinggal bukan sekadar memenuhi standar fisik bangunan.
"Melainkan juga harus bisa dijadikan sarana untuk interaksi anggota keluarga," kata dia.

Terakhir, menurut dia, dalam perspektif teologi, dalam ajaran Islam rumah bukan sekadar tempat tinggal, tapi merupakan wahana pemyemaian nilai-nilai dalam rangka membentuk akhlak mulia.

"Itu berdasarkan hadist Nabi Muhammad SAW yang menyatakan, suruhlah anak kalian mengerjakan salat pada saat mereka berumur tujuh tahun dan pukullah mereka ketika meninggalkan salat pada saat berumur 10 tahun, dipisahkan tempat tidur mereka," ujarnya.

Untuk itu, Djan berkeyakinan bahwa ketentuan pasal 22 ayat 3 UU Perumahan dan Kawasan Permukiman terkait batasan rumah minimal tipe 36 tidak sedikit pun mengandung unsur merugikan secara konstitusional bagi masyarakat Indonesia.
"Karena ketentuan a quo berkesesuaian secara vertikal dengan  pasal 28 H ayat 1, pasal 27 dan pasal 28 D ayat 1 UUD 1945," tuturnya.

Seperti diketahui, pengembang yang terdiri atas Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia mengajukan judicial review UU Perumahan dan Kawasan Permukiman pasal 22 ayat 3 ke Mahkamah Konstitusi.
Bahkan, pengamat properti menilai batasan rumah minimal tipe 36 menjadikan aturan baku yang meresahkan pasar. Lengkapnya, silakan baca tautan ini. (art)

Sumber: vivanews.com

0 komentar:

Posting Komentar